Kepala Humas PN Surabaya: Hakim Tidak Perlu Turun dalam Gelar Perkara Pidana

Berita Eksklusif

SURABAYA, Eksklusif.co.id – Kehadiran Suparno, SH, MH, selaku hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam acara gelar perkara dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan pria berinisial ADW (58) berlokasi di sekitar wilayah Kelurahan Asemrowo, Kota Surabaya oleh Polres Tanjung Perak Selasa sore (22/02/2022) menyeret opini ketidaknetralan lembaga peradilan khususnya PN Surabaya dalam proses persidangan mendatang.

Hadirnya hakim yang sering disapa Parno itu memicu pernyataan keras dari Kepala Humas PN Surabaya, Martin Ginting, SH, MH dan beberapa Wartawan yang tergabung dalam Jurnalis Hukum (Jurkum) John Saragih pada Jumat siang (25/02/2022).

Hakim senior Martin Ginting menyatakan, bahwa secara normal hakim tidak perlu turun ke lapangan atau di acara gelar perkara pidana seperti itu.

“Tidak ada aturannya”, tandas Martin Ginting saat dikonfirmasi oleh media ini usai sidang dua terdakwa pembacokan di ruang Candra pada Kamis malam (24/02/2022).

Apa kepentingan dia (hakim Parno, Red) ada disana? Tanya balik hakim senior yang juga Kahumas PN Surabaya itu pada media ini, yang kemudian mengatakan, bahwa tidak ada kepentingan hakim di gelar perkara pidana seperti itu.

Hal itu adalah kepentingan penegak hukum di internal mereka (Kepolisian, Red).
“Kalau tidak ada kepentingannya, lantas dia muncul disana, itu bisa menjadi tanda tanya. Sebab dia sebagai pengadil, dan apa kepentingan pengundang sampai mengundang hakim. Perkara pidana itu nanti kan akan diadakan disini (PN Surabaya, Red)”, timpal Kahumas PN Surabaya, Martin Ginting.

Ada tiga Wartawan yang tergabung dalam Jurkum ikut mengomentari atas kehadiran hakim Parno digelar perkara pidana dugaan pemalsuan dokumen tanah berlokasi di Asemrowo bagian barat itu. Bahkan pengurus dan anggota Jurkum tersebut mengatakan, jika kegiatan pemusnahanan barang bukti yang sudah mendapatkan putusan hukum dari pengadilan, boleh saja hakim hadir menyaksikan pemusnahan itu.

“Jadi hakim itu tidak mampu menjaga netralitas lembaganya sebagai pengayom kebenaran dan keadilan”, ujar dua dari tiga Wartawan tersebut senada.

Mengundang Pengadilan atau hakim itu, menurut hakim Martin, perlu kita lakukan pendalaman atas undangan itu juga oleh team investagasi Wartawan atau Pers.

Menurut informasi, Hakim Parno hadir di gelar perkara pidana dugaan pemalsuan dokumen tanah tersebut berdasarkan undangan No.B/185/II/RES.1.2./2022Satreskrim, dengan klasifikasi Biasa, Perihal Undangan Rilis Pengungkapan Mafia Tanah ditandatangani oleh AKBP Anton Alfrino Trisanto, S.I.K, M.Si, Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada 21 Februari 2022 untuk hadir dalam rangka rilis pengungkapan perkara Mafia Tanah Polres Pelabuhan Tanjung pada Selasa 22 Februari 2022, pukul 15.00 Wib di lapangan apel Polres setempat.

Dalam lampiran surat undangan itu tercantum pula nama pimpinan instansi antara lain, Walikota Surabaya, Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan Wenas Panwell (Pelapor/korban).

Rudi Suparmono, SH, MH, yang baru saja duduk di kursi Ketua PN Surabaya rupanya mengutus hakim Parno untuk hadir di gelar perkara dugaan pemalsuan dokumen tanah sebagian yang lokasi sebenarnya di RT 07/RW 6, Kelurahan Asemrowo, Kota Surabaya dengan tersangka berinisial “ADW’, 58, warga Jl.Demak Timur Surabaya tersebut sejak 14 Februari lalu.

Salah satu keturunan ahli waris tanah tambak di Tambak Dalam Baru, Asemrowo, Surabaya, Ifa (44) yang tetap berjuang mempertahankan lokasi tanah tambak aktif peninggalan H.Moch.Anwar Ngaskat (Alm), ketika dikonfirmasi media ini Sabtu siang (26/02/2022) menjelaskan, bahwa lokasi tanah yang diduga dipalsu dokumennya dan dijual oleh ADW di RT 07/RW 6 seluas 2200 meter2 kepada 22 orang, bukan merupakan wilayah tanah tambak yang menjadi hak waris Ifa dan keluarganyanya sekarang.

“Lokasi tanah yang terkait kasus ADW itu di RT 07/RW 6 Asemrowo, sedang lokasi tanah tambak kami terletak di RW 8. Jadi, jangan dikait-kaitkan, apalagi dengan Wenas. Kami tidak pernah transaksi jual beli tanah tambak itu dengan Wenas. Kalau dengan Agus Angriawan iya, terjadi pada 2005 di salah seorang notaris Surabaya”, ungkap Ifa bersemangat.

Dijelaskan Ifa, di dalam akte jual beli di notaris waktu itu, telah sepakat dibeli Agus Angriawan sebesar Rp 11 miliar untuk tanah tambak aktif tersebut sesuai Persil 36 Petok D No.175 tahun 1960 atas nama H.Moch.Anwar Ngaskat dengan total luasnya hampir 22 hektar.

“Waktu itu Agus Angriawan baru membayar Rp 1 miliar kepada 9 ahli waris H.Moch.Anwar Ngaskat hingga detik ini belum dilunasinya. Belakangan ini kok muncul orang lain mengklaim tanah tambak aktif itu sebagai miliknya, apa dasarnya dia?, timpal Ifa bertanya. (Aka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *