Pemerintah

Surat Kepemilikan Resmi, Pemilik Rumah di Karangpuri Terancam Diusir, Warga Cari Keadilan

28
×

Surat Kepemilikan Resmi, Pemilik Rumah di Karangpuri Terancam Diusir, Warga Cari Keadilan

Sebarkan artikel ini

Sidoarjo, eksklusif.co.id – Nasib miris dialami Dawam Sholihudin, warga Desa Karangpuri, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo. Meski memiliki surat kepemilikan rumah yang sah, ia bersama istri dan anaknya justru terancam diusir hanya karena selembar fotokopi surat hibah.

“Di mana saya bisa mencari keadilan? Dari kecil saya tumbuh di rumah itu bersama ibu saya. Sekarang, hanya gara-gara fotokopi surat hibah yang bahkan tidak ada aslinya, saya hendak diusir oleh orang yang tidak ada hubungan darah dengan keluarga,” ucap Dawam dengan nada sedih saat ditemui media pada 16 Agustus 2025.

Konflik Warisan

Dawam mengaku memiliki petok D dan IJB atas rumah yang ditempatinya. Namun, setelah ibunya, almarhumah Nur Ulfah, meninggal tahun 2017, ia justru digugat tetangganya, Sulistwatin dan Nur Hanafi (anak dari Sugeng dan Komsatun). Mereka berpegang pada fotokopi surat hibah tahun 2000 yang ditandatangani satu saksi dan diketahui kepala desa saat itu.

Gugatan tersebut telah masuk ke Pengadilan Negeri lalu dilimpahkan ke Pengadilan Agama. Sejak 2022 hingga 2025, beberapa putusan justru menyatakan rumah Dawam harus dibagi tiga, meski bukti kepemilikan asli ada di tangannya.

“Saya heran, semua surat rumah saya asli dan seluruh warga tahu saya sejak kecil tinggal di rumah ini. Mereka hanya berbekal fotokopi yang tidak jelas keabsahannya, tapi justru saya yang terancam dieksekusi. Ada apa dengan pengadilan?” teriak Dawam.

Ia bahkan mengaku sempat dipaksa menjual rumah dengan harga Rp300 juta untuk dibagi tiga. “Ini tidak adil buat saya,” tambahnya.

Saksi Desa dan Kontroversi

Asdaudin, pamong Desa Karangpuri yang menjadi saksi dalam surat hibah, membenarkan pernah menandatangani dokumen itu.

“Masalah ini sudah diputuskan di pengadilan dan harus dilaksanakan,” ujarnya singkat.

Namun, rekaman video yang beredar justru memperlihatkan ia dengan tegas menyatakan desa hanya berpedoman pada fotokopi surat hibah tersebut.

Mantan Kepala Desa Karangpuri, Kastiani, memberikan keterangan berbeda. Ia mengaku pernah dimintai Nur Ulfah membuat surat hibah untuk anak Dawam dan anak Sugeng. Namun, setelah Dawam diperlakukan tidak layak, Nur Ulfah sempat meminta surat hibah itu dicabut dan memberi ganti rugi kepada pihak Sugeng.

“Sayangnya, surat pencabutan hibah tidak dibuat. Tapi saya tahu jelas rumah itu memang untuk anaknya, Dawam. Bahkan pengacara Dawam dulu sempat meyakinkan saya bahwa kasus ini pasti menang. Tapi kenyataannya kok begini, saya juga bingung,” ungkap Kastiani.

Aspek Hukum

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1888, kekuatan pembuktian terletak pada akta asli. Sementara hibah tanah atau rumah seharusnya dibuat dengan akta notaris agar sah secara hukum. Fotokopi dokumen tanpa aslinya, apalagi tanpa akta notaris, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Kini, Dawam hanya berharap ada keadilan ditegakkan.

“Rumah itu bukan sekadar bangunan, tapi tempat saya lahir, tumbuh, dan membesarkan anak saya. Kalau semua bukti resmi tidak diakui, kemana lagi saya harus mencari keadilan?” pungkasnya dengan mata berkaca-kaca. (Ali)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *