Sidoarjo, Eksklusif.co.id – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Kabupaten Sidoarjo berlangsung dengan nuansa berbeda. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Sidoarjo menggelar upacara bendera di halaman kantor DPC, Jalan Jati Selatan IV Nomor 11, dengan menghadirkan para petani yang datang lengkap dengan caping khas mereka.
Ratusan peserta memadati lapangan sederhana tersebut. Tidak hanya kader dengan atribut merah-hitam, masyarakat umum juga turut hadir dengan busana keseharian. Dari barisan peserta, tampak para petani berdiri khidmat, menyatukan doa dan semangat perjuangan. Kehadiran mereka seolah menegaskan bahwa kemerdekaan bukan sekadar dikenang, tetapi terus diperjuangkan.
Plt Ketua DPC PDIP Sidoarjo, Hari Yulianto, yang bertindak sebagai inspektur upacara, dalam amanatnya menyinggung kondisi dunia yang tengah bergejolak.
“Perang antarnegara memengaruhi perekonomian nasional. Kader PDI Perjuangan sebagai bagian dari elemen bangsa harus menjaga soliditas,” tegas Hari, yang juga anggota DPRD Jawa Timur.
Ia juga mengingatkan pesan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri hasil Kongres ke-6 di Bali.
“Beliau berpesan agar seluruh kader menjaga soliditas kepartaian. Tidak kalah penting, kader harus hadir dan menjadi solusi atas persoalan rakyat,” ujarnya.
Seluruh Fraksi PDIP DPRD Sidoarjo turut hadir, termasuk Kusumo Adi Nugroho.
“Kami hadir sebagai kader sekaligus panggilan jiwa untuk memperingati HUT RI ke-80 secara khidmat, serta ikut memeriahkan lomba-lomba yang digelar DPC,” katanya.
Namun, di sela upacara, keresahan petani mencuat. Efendi, petani asal Krian, menyampaikan bahwa lahan pertanian di Sidoarjo semakin tergerus.
“Kami khawatir sawah makin sedikit. Buruh tani pun harus kami ambil dari luar kota,” ungkapnya.
Data Dinas Pertanian Kabupaten Sidoarjo mencatat, luas lahan sawah yang tersisa hanya sekitar 15.000 hektare pada 2024, turun dari 19.000 hektare satu dekade sebelumnya.
“Kami ingin pertanian tetap hidup di Sidoarjo. Jangan sampai anak-anak kami kehilangan tanah warisan ini,” ujar Efendi dengan nada lirih.
Rangkaian upacara ditutup dengan doa bersama, tumpengan, serta berbagai lomba rakyat khas Agustusan, seperti balap karung goni. Momentum ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan tidak terlepas dari perjuangan rakyat, termasuk para petani yang setia menjaga tanah dan pangan bangsa.
(Ali)