kepolisian

Desak Polda dan Kejati NTB Terapkan Restorative Justice bagi Empat Tahanan Politik Pasca Aksi

28
×

Desak Polda dan Kejati NTB Terapkan Restorative Justice bagi Empat Tahanan Politik Pasca Aksi

Sebarkan artikel ini

Mataram, eksklusif.co.id – Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama para orang tua tahanan serta tim kuasa hukum menyerahkan 52 surat pernyataan penjamin dan permohonan penerapan Restorative Justice (RJ) bagi empat tahanan politik pasca demonstrasi 30 Agustus 2025.

Langkah tersebut disampaikan melalui siaran pers resmi yang diterima redaksi pada Sabtu (18/10/2025). Penyerahan dokumen dilakukan secara langsung ke Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Jumat, 16 Oktober 2025, pukul 14.00 WITA.

Menurut tim kuasa hukum, langkah ini menegaskan komitmen untuk memperjuangkan keadilan substantif bagi empat massa aksi yang hingga kini masih ditahan di Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda NTB.


Kunjungan Kuasa Hukum: Pastikan Kondisi dan Tanda Tangan Permohonan RJ

Sebelum penyerahan dokumen, Andre Safutra, perwakilan tim kuasa hukum, mengunjungi empat tahanan di Dittahti Polda NTB selama sekitar 45 menit.
Kunjungan tersebut bertujuan memastikan kondisi kesehatan para tahanan serta meminta tanda tangan mereka pada surat permohonan penangguhan penahanan dan penerapan RJ.

“Keempat tahanan sudah membaca dan memahami isi serta tujuan permohonan tersebut sebelum menandatanganinya. Mereka mengaku stres karena penahanan yang panjang membuat orang tua mereka ikut tertekan,” ungkap Andre.

Menurutnya, kondisi para tahanan kini dalam keadaan baik, meski sempat mengalami demam dan batuk beberapa waktu lalu.


Solidaritas dari Akademisi, Tokoh Agama, hingga Pesantren

Sehari sebelumnya, Nur Khotimah, anggota Tim Penyelamat Demokrasi, menyampaikan bahwa dukungan penjamin bagi para tahanan telah dikumpulkan dari berbagai elemen masyarakat — mulai dari akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, organisasi mahasiswa, kepala desa, lurah, hingga pimpinan pesantren.

“Upaya ini adalah simbol solidaritas luas dan harapan besar agar penerapan Restorative Justice benar-benar dipertimbangkan secara serius oleh aparat hukum,” ujarnya.

“Masa iya, tiang bendera dan neon box lebih berharga dibanding nyawa Almarhum Affan? Pelaku hanya minta maaf dan selesai, sementara mahasiswa yang bersuara justru ditahan,” tegasnya, menyebut fenomena “absurditas kriminalisasi” terhadap gerakan sosial.


Tiga Pelajar dan Satu Pekerja Swasta, Penahanan Dinilai Tak Proporsional

Empat tahanan politik yang ditangkap sejak 2 September 2025 terdiri dari tiga pelajar dan satu pekerja swasta. Tim kuasa hukum telah dua kali mengajukan permohonan penangguhan penahanan — masing-masing pada 19 dan 26 September 2025 — disertai 13 penjamin advokat, namun belum direspons oleh Polda NTB.

“Kami telah menempuh seluruh prosedur hukum. Kini, 52 surat penjamin dari berbagai elemen masyarakat sudah kami serahkan. Kami berharap agar keempat tahanan segera ditangguhkan dan diberi kesempatan melanjutkan pendidikan serta pekerjaan mereka,” ujar Yan Mangandar Putra, dari tim kuasa hukum.


Dialog dengan Pihak Berwenang Belum Beri Titik Terang

Sebelumnya, pada 24 September 2025, keluarga dan perwakilan aliansi telah berdialog dengan Polda NTB, Gubernur NTB, dan Ketua DPRD NTB. Upaya serupa juga dilakukan pada 10 Oktober 2025 dengan menghadirkan Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti, serta perwakilan tim hukum seperti Yan Mangandar, Megawati Iskandar Putri, dan Joko Jumadi.

Namun hingga kini belum ada kejelasan maupun tindak lanjut konkret atas permohonan penangguhan penahanan dan penerapan RJ tersebut.

“Seluruh langkah hukum sudah ditempuh, namun Polda NTB masih mengabaikan permohonan kami. Karena itu, kami memperkuat jalur solidaritas publik untuk menekan lahirnya keadilan yang sesungguhnya,” tegas Megawati Iskandar Putri.


Kritik terhadap Kriminalisasi Gerakan Mahasiswa

Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB menilai penahanan terhadap empat massa aksi ini tidak proporsional dan janggal secara hukum. Mereka menyebut fenomena kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

“Keempat tahanan bukan pelaku utama perusakan atau penjarahan, melainkan korban dari situasi yang dipicu provokator berpakaian serba hitam. Kami menuntut aparat mengusut siapa sebenarnya provokator itu. Jangan kambinghitamkan mahasiswa yang memperjuangkan aspirasi rakyat,” ujar Mavi Adiek Garlosa, perwakilan Aliansi Mahasiswa.

Presiden BEM Universitas Mataram (UNRAM), Lalu Nazir Huda, juga menilai tindakan aparat sebagai bentuk pembungkaman ekstrem terhadap suara kritis mahasiswa.


Desakan Moral dan Politik kepada Polda serta Kejati NTB

Melalui siaran pers ini, Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB menyerukan kepada Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera:

  1. Mengabulkan penangguhan atau pengalihan penahanan bagi empat tahanan politik pasca aksi 30 Agustus.

  2. Menerapkan prinsip Restorative Justice (RJ) sesuai hukum positif Indonesia dan semangat keadilan sosial.

  3. Menghentikan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa dan rakyat, serta menjamin hak konstitusional warga dalam menyampaikan pendapat di muka umum. (LAELA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *