Purwakarta, eksklusif.co.id – Ketua Komunitas Madani, Zaenal Abidin, menyoroti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait belanja perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Purwakarta senilai lebih dari Rp468 juta yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban (SPJ). Hal tersebut ia sampaikan melalui pesan elektronik kepada media ini, Senin (22/9/2025).
Lebih mencengangkan, BPK juga menemukan pencairan ganda senilai Rp49,7 juta yang hanya sekali dilengkapi bukti pertanggungjawaban.
Namun, alih-alih ditindaklanjuti secara hukum, pola yang kembali muncul adalah sekadar: temuan – kembalikan – stop. Dana yang dianggap bermasalah cukup dikembalikan, lalu kasus dianggap selesai.
Pengembalian Uang Bukan Penghapus Pidana
Zaenal menilai praktik seperti ini sangat berbahaya karena menormalisasi penyimpangan anggaran dan berpotensi menjadi modus sistemik dalam tata kelola pemerintahan.
“Pengembalian uang ke kas negara atau daerah hanya bersifat administratif, bukan berarti bebas dari jerat hukum,” tegasnya.
Ia mengingatkan, UU Tipikor dengan jelas menyebutkan, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau menggunakan uang negara tanpa dasar hukum dapat dipidana, meskipun uang tersebut kemudian dikembalikan.
Bahaya Pola “Temuan – Kembalikan – Stop”
Zaenal merinci sejumlah dampak buruk dari praktik tersebut:
-
Tanpa efek jera – pelanggaran berpotensi terus berulang jika pelaku tahu cukup mengembalikan uang untuk lolos dari jerat hukum.
-
Mengaburkan tanggung jawab – siapa yang memberi perintah dan mengendalikan penggunaan dana tanpa SPJ tidak pernah diungkap.
-
Menciptakan impunitas struktural – berpotensi melahirkan budaya “korupsi berjamaah” di pemerintahan daerah.
-
Merusak kepercayaan publik – masyarakat makin kehilangan keyakinan pada akuntabilitas DPRD dan aparatur pemerintah.
Seruan ke Aparat Penegak Hukum
Zaenal mendesak agar aparat penegak hukum, baik Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK, tidak berhenti pada pengembalian uang.
“Temuan BPK harus diperlakukan sebagai bukti awal dugaan tindak pidana korupsi. Audit forensik, penyelidikan, hingga penetapan tersangka harus menjadi langkah lanjut, bukan sekadar catatan administrasi,” ujarnya.
Publik Harus Mengawal
Ia juga menekankan pentingnya peran masyarakat sipil.
“Masyarakat berhak tahu, uang rakyat dipakai untuk siapa. SPJ bukan formalitas, melainkan bentuk pertanggungjawaban pejabat kepada publik,” katanya.
Zaenal mengajak elemen sipil, akademisi, hingga media untuk bersama-sama mengawal kasus ini agar tidak berhenti pada pengembalian uang semata.
“Kembalikan bukan berarti selesai. Stop pola ‘temuan – kembalikan – stop’. Saatnya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu,” pungkasnya. (laela)