Surabaya, eksklusif.co.id – Gegara kerjasama Bisnis Gula berujung berperkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu digelarnya Sidang Kasus Dugaan Penipuan dalam kerjasama bisnis Jual-beli Gula dengan Terdakwa Mulia Wiryanto, pada hari Kamis (20/03/2025).
Adapun Sidang tersebut menghadirkan 2 Saksi, yaitu Alfian Alidrus dan Sugama, S.E untuk memberikan keterangan tentang bergulirnya Aliran Dana serta Prosedur Transaksi Gula di PTPN 8 Bandung, Jawa Barat.
Dalam keterangan Alfian Alidrus, yakni pegawai Saksi Korban Purnawan Hartadja mengatakan, ia diperintah oleh H.K Kosasih untuk mentransfer uang senilai 10 Miliyar ke Rekening Terdakwa. Dalam sehari mentransfer ada 4 kali Transaksi.
Untuk Bukti Transfer terdapat catatan, uang tersebut dipergunakan untuk Pembayaran Gula. Bahkan Terdakwa mengakui, bahwa telah menerima uang tersebut sebagai bagian dari kerjasama Bisnis Gula.
Untuk Saksi Sugama, S.E adalah bekerja di PTPN 8 Bandung dan tidak memiliki Pabrik Gula, namun hanya menyediakan Stok dalam jumlah Kecil.
Bahkan Saksi Sugama, S.E tegaskan, bahwa Pembelian Gula dari PTPN 8 Bandung tersebut, harus dilakukan Pembayaran dengan Tunai. Sedangkan Perusahaan tidak menerima Sistem Pembayaran di akhir. Saksi Sugama, S.E mengatakan, yaitu “Beli Gula tidak pakai Kontrak kerjasama,” papar Saksi Sugama, S.E.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djuanto dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang dari Kejaksaan Negeri Surabaya, dalam Dakwaannya saat itu menyampaikan, bahwa Terdakwa telah menjanjikan adapun keuntungan dalam investasi sebesar 5% perbulan kepada Korban, dengan jaminan, yakni Modal dapat dikembalikan kapan saja.
Namun Sidang sebelumnya pada hari Senin (17/03/2025), H.K Kosasih kenal Terdakwa melalui adik Terdakwa, yaitu Agnes, yang mengaku memiliki Usaha Gula.
Dalam perkenalan tersebut, Terdakwa menawarkan kerjasama di Bidang Jual Beli Gula, setelah dari pertemuan yang kedua, Saksi akhirnya tertarik untuk kerjasama dan menyetujui.
Selanjutnya Saksi menyatakan, bahwa Kesepakatan kerjasama itu dilakukan dikantornya, tanpa adanya Saksi dan hanya berdasarkan Kepercayaan (Saling Percaya).
Bahkan dalam Dokumen Perjanjian yang Disepakati itu, tidak disebutkan secara Eksplisit mengenai, tentang Pembagian Keuntungan yang sebesar 5% maupun Jaminan Pengembalian Modal sewaktu – waktu.
“Saya hanya berdasarkan Kepercayaan saja,” ujar Saksi.
Dalam Sidang Pengacara Terdakwa bertanya, apakah didalam kerjasama Penitipan Jual-beli Gula sudah mendapatkan Keuntungan, namun dijawab “Sudah ” oleh Majelis Hakim Ketua mewakili jawaban Saksi.
Adapun percaya satu sama lain, yang berarti Keinginan Nilai sudah jelas pada dapat donk saudara Saksi, betul tapi tidak sesuai,” jelas Saksi.
Saksi lain, Purnawan Hartadja, juga tidak mengetahui secara langsung isi Perjanjian dan hanya mengandalkan informasi dari H.K Kosasih, yaitu Kepercayaan. Namun didalam BAP Saksi, ada keterangan, bahwa Jaminan dari Terdakwa atau Titipan Modal dapat diambil sewaktu-waktu, padahal Saksi tidak mengetahui isi Draft Perjanjian tersebut.
“Pak H.K Kosasih yang bilang sewaktu – waktu bisa saya ambil kembali,” terang Saksi .
Sehingga hanya berdasarkan katanya (Diceritakan) oleh pak H.K Kosasih, dan
Saksi pun juga tidak mengetahui isi tentang Perjanjian tersebut.
Saksi Rachmad Santoso, mantan Wakil Bupati Blitar, Tahun 2020. Dijelaskan atas undangan pak H.K Kosasih, Saksi bertemu dengan Terdakwa, di Hotel Marriot, Saksi menyatakan, bahwa dirinya baru mengetahui adanya Bisnis ini, setelah ada undangan kedua di Hotel yang sama dan bertemu dengan Terdakwa, lalu mengetahui adanya kerjasama di Bidang Bisnis Jual-beli Gula tersebut.
Pada saat kerjasama berlangsung, Terdakwa telah memberikan Keuntungan dan Pengembalian Modal kepada Investor, yaitu Total sebesar Rp4,5 Miliyar.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1), maka setiap orang berhak atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian Hukum yang Adil.
Jika Terdakwa memang memiliki niat baik dan sudah menunjukkan Iktikad untuk Membayar, maka Kasus ini lebih cocok masuk ke Ranah Perdata, dari pada masuk ke Ranah Pidana.
Jika Terdakwa telah memberikan Keuntungan kepada Investor dan beritikad baik untuk Mencicil atau Mengansur Modal, maka Kasus ini lebih tepat dan cocok masuk dalam Kategori Wanprestasi (Pelanggaran Perjanjian Bisnis Dalam Hukum Perdata), dari pada Penipuan atau Penggelapan.
Wanprestasi adalah Kegagalan dalam memenuhi Kewajiban sesuai Perjanjian, yang biasanya diselesaikan melalui Jalur Perdata, bukan Pidana.
Namun, jika Terdakwa benar-benar menjalankan Bisnis, memberikan Keuntungan, dan hanya mengalami kendala Keuangan yang menyebabkan Keterlambatan Pembayaran, maka ini lebih cocok dikategorikan, sebagai Wanprestasi (Pelanggaran Perjanjian Bisnis Dalam Hukum Perdata), bukan sebagai Perkara Tindak Pidana.
Dalam Hukum Bisnis, Kegagalan Usaha bukanlah Tindakan Kriminal, selama tidak ada unsur Penipuan atau Penggelapan.
Oleh karena itu, dalam Kasus kerjasama apabila ada Keterlambatan bagi hasil, sebaiknya diselesaikan melalui Jalur Perdata, kecuali apa bila dapat dibuktikan adanya niat Jahat sejak awal.
Oleh karena, Sidang ini sangat menarik perhatian, maka Sidang akan berlanjut pada pekan depan dengan agenda yaitu Pemeriksaan Saksi – Saksi lainnya dari JPU (Jaksa Penuntut Umum).
(Red).