Pemerintah

Kades Rejeni Ikut Campur, Pembangunan Saluran Irigasi P3-TGAI Diduga Amburadul

21
×

Kades Rejeni Ikut Campur, Pembangunan Saluran Irigasi P3-TGAI Diduga Amburadul

Sebarkan artikel ini

SIDOARJO, Eksklusif.co.id – Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang seharusnya dikelola secara partisipatif oleh petani melalui HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air), justru diduga mendapat intervensi Kepala Desa Rejeni, Kecamatan Krembung. Akibatnya, kualitas pembangunan saluran irigasi bernilai Rp195 juta itu dipertanyakan.

Program P3-TGAI

Sebagai informasi, P3-TGAI adalah program padat karya tunai Kementerian PUPR RI yang bertujuan memperbaiki, merehabilitasi, atau membangun jaringan irigasi desa. Program ini melibatkan langsung petani pemakai air agar tercipta swakelola yang transparan, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan membuka lapangan kerja di pedesaan.

Namun, dalam pelaksanaan di Desa Rejeni, Kecamatan Krembung, muncul dugaan penyimpangan. Pantauan di lapangan menemukan penggunaan bahan bangunan yang tidak sesuai standar, antara lain:

  • Campuran semen dan pasir tidak sesuai takaran.

  • Pondasi hanya sedalam 10 cm dari ketentuan 30 cm.

  • Lebar galian 30 cm dari seharusnya 40 cm.

Dugaan Intervensi Kepala Desa

Saat mencoba meminta klarifikasi kepada pengurus HIPPA Rejeni Bangkit selaku pelaksana, para pekerja memilih bungkam. Salah satu pekerja hanya menjawab singkat, “Saya hanya pekerja, Pak.”

Ketika tim kontrol sosial mendatangi kantor desa untuk mencari Ketua HIPPA, Sekretaris Desa Rejeni, M. Zainul Ardiansyah, justru mengarahkan agar langsung menemui Kepala Desa, Afandy Ahmad.

Dalam pertemuan di kantor desa, Kades Afandy Ahmad mengaku mengetahui Rencana Anggaran Biaya (RAB) maupun teknis pembangunan. Namun, saat ditanya detail soal kedalaman pondasi dan ketebalan plengsengan, ia menjawab lupa dan harus membuka dokumen.

Bahkan, dengan nada sinis ia balik menanyakan, “Memangnya sampean bawa meteran? Kayak Inspektorat saja, bawa meteran segala.”

Menabrak Aturan

Padahal, keterlibatan kepala desa maupun pihak ketiga dalam proyek P3-TGAI jelas bertentangan dengan SK Menteri PUPR No. 622 Tahun 2025 serta Permen PUPR No. 4 Tahun 2021, yang menegaskan pengelolaan penuh ada pada HIPPA sebagai organisasi petani penerima program.

Kasus di Desa Rejeni ini membuka pertanyaan besar: apakah program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani benar-benar berjalan sesuai tujuan, atau justru menjadi lahan kepentingan pihak lain. (Ali)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *