Purwakarta, eksklusif.co.id – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2024 mengungkap adanya belanja perjalanan dinas di lingkungan Sekretariat DPRD Kabupaten Purwakarta senilai Rp468.605.867 yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban memadai.
Pengamat kebijakan publik, Agus M. Yasin, menilai Sekretaris DPRD selaku pengguna anggaran (PA) tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. “PPK dan bendahara wajib bertanggung jawab atas pencairan dan kelengkapan bukti. Jika terbukti pimpinan atau anggota DPRD ikut menikmati perjalanan dinas tanpa pertanggungjawaban, maka tanggung jawab moral dan hukum juga melekat pada mereka,” tegas Agus, Senin (22/9/2025).
Rincian Temuan BPK
Dalam laporan tersebut, BPK merinci sejumlah kejanggalan, di antaranya:
-
Fasangwas – Fasilitas dan Konsultasi: Rp388.253.399 tanpa satu pun bukti pertanggungjawaban.
-
Fasangwas – Fasilitasi Tugas Pimpinan DPRD: Rp37.569.118 dicairkan dua kali untuk kegiatan yang sama.
-
Bagian Umum Setwan: Rp41.857.359 tanpa bukti pertanggungjawaban, serta Rp926.000 dicairkan ganda.
BPK menilai praktik ini mencerminkan lemahnya tata kelola anggaran, seolah dana perjalanan dinas digunakan layaknya dana pribadi tanpa jejak akuntabilitas.
Potensi Konsekuensi Hukum
Agus menegaskan, konsekuensi dari temuan BPK tidak bisa dianggap ringan. Selain kewajiban mengembalikan kerugian ke kas daerah, kasus ini berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi (tipikor) apabila ada unsur kesengajaan.
“Wajar jika publik bertanya-tanya, apakah ini sekadar kelalaian administratif atau permainan terstruktur yang sengaja dibiarkan. Pertanggungjawaban bukan sekadar administrasi, tapi menyangkut integritas lembaga legislatif sebagai representasi rakyat,” ujarnya.
Agus pun mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan resmi BPK.
“Publik menunggu apakah aparat berani menindaklanjuti, atau sekadar membiarkan kasus ini menguap dengan dalih pengembalian kerugian negara,” tambahnya.
Klarifikasi Mantan Sekwan
Sementara itu, mantan Sekwan DPRD Purwakarta yang kini menjabat Kadispora, Suhandi, menegaskan persoalan tersebut sudah clear. Ia menyebut ada kemungkinan kesalahan saat entry data dalam sistem pelaporan SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah).
“Kalau program kegiatan sudah di-entry tidak bisa dihapus, sehingga terpaksa harus diulang. Itu sudah diklarifikasi, intinya sudah clear,” ujar Suhandi. (laela)