Surabaya, eksklusif.co.id – Kelanjutan Sidang tentang Kasus dugaan Pemalsuan Akta Otentik dalam agenda pembacaan Pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada Terdakwa R. Dadang Koesboedi Witjaksono, S.H yaitu menyampaikan pertanyaan untuk mempertanyakan Inkonsistensi Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Kamis (20/3/2025).
Majelis Hakim Ketua sebelum menutup Sidang, Terdakwa mengungkapkan, bahwa dalam proses Penyelidikan di Polrestabes Surabaya, saat itu Penyidik sempat menyatakan, bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dalam Perkara ini.
Namun pada saat Perkara memasuki Tahap 2 di Kejaksaan, JPU mengatakan, bahwa Kasus yang menjerat Terdakwa tergolong ringan, Estimasi Tuntutan sekitar 6 bulan.
“Tapi mengapa dalam Tuntutan yang dibacakan kemarin, Jaksa Penuntut Umum menuntut saya dengan Hukuman 3 Tahun Penjara? Ada apa dengan JPU?,” tutur R. Dadang Koesboedi Witjaksono, S.H di hadapan Majelis Hakim Ketua.
Bahkan dari pertanyaan hal ini, maka timbullah suatu pertanyaan di Ruang Sidang tentang Dasar Pertimbangan Hukum yang digunakan oleh JPU, terkait dalam menentukan Tuntutan yang jauh lebih berat dari perkiraan sebelumnya.
Bahkan dipersidangan ini terungkap, bahwa Tuhfatul Mursalah diduga telah memberikan Keterangan Palsu dalam PAW yang dijadikan Dalil baginya.
Sedangkan di PAW tersebut dinyatakan, bahwa ke 4 saudara kandungnya, yaitu Hanifah Binti Abdul Madjid Ilyas, Abdullah Afief Bin Abdul Madjid Ilyas, Abdullah Faqih Bin Abdul Majid Ilyas dan Abdullah Sattar Bin Abdul Majid Ilyas, yang selama Hidupnya tersebut tidak pernah Menikah dan juga tidak memiliki Anak.
Sehingga keterangan ini dianggap tidak sesuai dengan Fakta dan bertujuan untuk menghilangkan Hak Ahli Waris lainnya.
Maka PAW itu kemudian dipergunakan sebagai Dasar bagi Tuhfatul Mursalah untuk mengklaim Aset yang berada di Jalan Manukan Lor tersebut.
Adapun dalam Pledoi yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Terdakwa, Budiyanto, S.H mengatakan, bahwa Tanah berikut Bangunan tersebut merupakan Aset Perum Perumnas yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Dorowati sejak 1982, yang dilanjutkan oleh Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya dan menyatakan bukan merupakan Obyek Warisan.
Bahkan dalam persidangan tersebut juga terungkap, bahwa Pelapor tidak pernah Tercatat sebagai Pengurus Yayasan sejak pertama kali didirikan.
Maka dalam upayanya untuk mengambil alih Pengelolaan Lahan melalui Somasi ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Perum Perumnas dan BPN Surabaya, hal itupun tak membuahkan hasil, sehingga kemudian yaitu menempuh Jalur Hukum dengan melaporkan Terdakwa kepada Kepolisian.
Oleh sebab itu, Kuasa Hukum Terdakwa menegaskan, bahwa Kliennya tersebut seorang Notaris, jelas tidak ada niat Jahat dalam Pembuatan Akta Pendirian Yayasan yang disengketakan.
Sehingga ditekankan, bahwa Kesalahan Administratif dalam Pembuatan Akta seharusnya diselesaikan melalui Jalur Perdata atau Kode Etik Notaris, maka bukan diranah Pidana.
Majelis Hakim turut mempertimbangkan tentang Putusan Mahkamah Agung, sebelumnya yang telah Membatalkan PAW Pelapor, dengan alasan adanya Keterangan Palsu.
Maka dengan tidak terpenuhinya unsur Pidana, sehingga pihak Kuasa Hukum Terdakwa meminta, agar kliennya tersebut Dibebaskan dari segala Tuntutan Hukum.
Sedangkan persidangan yang telah berlangsung sejak 15 Januari 2025 ini menjadi sorotan, karena melibatkan Sengketa Aset Pendidikan di Surabaya.
Sementara Majelis Hakim dijadwalkan akan Membacakan Putusan dalam waktu dekat, yang akan menentukan tentang Nasib Hukum Terdakwa dalam Kasus yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini.
(Red/Muis).