Sidoarjo, eksklusif.co.id – Gelombang protes dari wali murid SMPN 1 Buduran terus bermunculan. Mereka meminta sekolah menghentikan tarikan sumbangan Rp100 ribu per siswa untuk seluruh jenjang, yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan memberatkan orang tua.
“Dasarnya apa? Kalau memang ada aturan, pasti semua SMP negeri lain juga melakukan. Faktanya, tidak ada,” keluh salah satu wali murid, VA, Rabu (24/9/2025).
Wali murid menilai dana BOS dan BOSDA sudah cukup menutup kebutuhan pembelajaran. Dengan 924 siswa, dana BOS yang diterima sekolah hampir mencapai Rp1 miliar per tahun, belum termasuk BOSDA. Mereka juga mempertanyakan transparansi LPJ dana tarikan Rp51 ribu per siswa pada 2024, yang tak kunjung dipublikasikan.
Keluhan makin memuncak setelah angket Tes Kemampuan Akademik (TKA) dijadikan dasar persetujuan sumbangan.
“Angket itu seharusnya hanya untuk kelas 9, tapi juga dibagikan ke kelas 7 dan 8. Ternyata dipakai untuk melegitimasi tarikan wajib. Kami merasa dijebak,” kata VA.
Banyak wali murid mengaku keberatan, bahkan ada yang menolak membayar. Namun, menurut mereka, sekolah tetap menagih dengan dalih “cicilan” atau disesuaikan dengan kemampuan.
“Katanya sukarela, tapi praktiknya wajib. Yang belum bayar diuber-uber,” ujar wali murid lainnya, AK.
Menanggapi hal tersebut, Humas SMPN 1 Buduran, Khotibul Umam, menegaskan sumbangan bersifat partisipasi.
“Tidak ada paksaan. Bagi yang tidak mampu boleh bayar sesuai kemampuan. Program ini hasil kesepakatan dengan paguyuban,” ujarnya, Jumat (19/9/2025).
Terkait transparansi, Umam mengakui ada kelemahan dalam publikasi laporan.
“LPJ BOS semester pertama 2024 sudah ditempel di mading, tapi semester berikutnya mungkin terlewat. Itu kelemahan kami,” akunya (Ali)