Jakarta, eksklusif.co.id – Dampak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) harus mampu diantisipasi dengan langkah yang tepat demi keberlangsungan proses pembangunan nasional.
“Bagaimana kita mampu menyiapkan dan menempatkan diri dalam menyikapi dampak dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, harus segera dilakukan dengan langkah yang tepat,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Dampak Ekonomi-Politik Kemenangan Donald Trump yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/11).
Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Shafiah F. Muhibat (Deputy Executive Director for Research, CSIS) ; Dra. Suzie Sri Suparin S. Sudarman, M.A. (Dosen Hubungan International Universitas Indonesia); dan Moch Faisal Karim, Ph.D. (Dosen Hubungan International Universitas Islam Internasional Indonesia) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Millie Lukito (Ketua Bidang Ekonomi, DPP Partai NasDem), sebagai penanggap.
Pemilihan umum Amerika Serikat, tambah Lestari, merupakan bagian ruang pembelajaran untuk menyelami dinamika demokrasi dalam negeri, sekaligus membangun skema ketahanan politik dan ekonomi dalam negeri.
Pesta demokrasi Amerika Serikat yang dimenangi Trump kali ini, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, membuat peta politik dunia mengalami perubahan.
Pengalaman yang didapat pada kepemimpinan Trump di masa lalu, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus menjadi dasar dalam menentukan langkah untuk menyikapi perubahan kebijakan AS di sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lingkungan.
Kesiapan pemerintah Indonesia mengantisipasi perubahan kebijakan AS, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan upaya yang sangat diharapkan untuk membangun kerja sama yang lebih baik demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang lebih merata.
Deputy Executive Director for Research, CSIS, Shafiah F. Muhibat berpendapat prospek kerja sama Indonesia-AS di sejumlah sektor seperti ekonomi, keamanan dan militer, pendidikan, perubahan iklim, politik dan diplomasi, diperkirakan masih cukup baik.
Menurut Shafiah potensi kerja sama di sektor ekonomi dengan AS antara lain bisa dalam bentuk pembangunan infrastruktur besar dan kerja sama energi baru terbarukan. Selain itu, tambah dia, juga sektor transformasi digital dan e-commerce.
Kerja sama di sektor pendidikan, menurut Shafiah, juga memiliki prospek yang baik dengan lebih dari 8.000 pelajar Indonesia setiap tahun belajar ke AS.
Upaya tersebut, tambah dia, merupakan langkah strategis dalam proses membangun jejaring di sejumlah sektor pada komunitas global di masa datang.
Upaya membangun kerja sama yang baik dengan AS, menurut Shafiah, dapat memperkuat aspek diplomasi dan peran Indonesia di kawasan ASEAN.
Dosen Hubungan International Universitas Indonesia, Suzie Sri Suparin S. Sudarman mengungkapkan, pencalonan Donald Trump sebagai Presiden AS didorong oleh kalangan bisnis yang tidak nyaman dengan sejumlah konflik di beberapa kawasan.
Trump, tambah Suzie, sangat diharapkan mampu melindungi kepentingan kelompok bisnis di AS.
Salah satu kebijakan yang akan diberlakukan, ungkap Suzie, antara lain kebijakan tarif terhadap produk impor di AS untuk melindungi produk dalam negerinya.
Kebijakan tersebut, tambah dia, juga akan berdampak pada produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS.
Suzie memperkirakan, pemerintahan Trump akan lebih fokus pada masalah-masalah dalam negeri AS yang merupakan janji-janji kampanyenya.
Selain itu, jelas dia, untuk masalah luar negeri pemerintahan AS akan berfokus pada Timur Tengah. Dia memperkirakan AS akan terus dilibatkan oleh Israel dalam konflik dengan Iran.
“Membangun kerja sama dengan AS secara ideal baik, tetapi apakah kita siap untuk mendapatkan keuntungan dari kerja sama itu,” ujarnya.
Apalagi, jelas Suzie, hubungan Indonesia dengan Tiongkok saat ini sangat erat. Suzie berpendapat Indonesia jangan berharap terlalu tinggi terhadap pemerintahan Trump.
Dosen Hubungan International Universitas Islam Internasional Indonesia, Moch Faisal Karim mengungkapkan pada pemilihan kali ini Trump mendapat mandat yang kuat dari rakyat AS, karena Trump memenangi electoral vote sekaligus popular vote.
Apalagi, tambah dia, di Kongres dan Senat juga dikuasai oleh Partai Republik, yang akan mempermudah pemerintahan Trump dalam menerapkan sejumlah kebijakan.
Menurut Faisal, penerapan kebijakan tarif terhadap sejumlah barang impor di AS akan berdampak pada produk-produk ekspor dari Indonesia.
Kebijakan tersebut, jelas Faisal, juga akan berdampak pada relokasi sejumlah pabrik yang menghasilkan berbagai produk dari Tiongkok.
Kondisi ini, tambah dia, bisa membuka peluang bagi Indonesia mendapatkan limpahan permintaan produk yang biasa dipasok dari Tiongkok.
Meski begitu, Faisal menyarankan, agar Indonesia tetap berhati-hati dalam menyikapi kebijakan tarif AS yang berpotensi menciptakan volatilitas pada sektor perdagangan.
Menurut Faisal, Indonesia harus mampu meningkatkan investasi asing langsung di dalam negeri. Selain itu, tegas dia, fleksibilitas dalam membangun hubungan dengan AS dan Tiongkok juga harus dijaga.
Ketua Bidang Ekonomi, DPP Partai NasDem, Millie Lukito berpendapat, belajar dari kepemimpinan Trump sebelumnya, sulit untuk menebak sepak terjang Trump sebagai Presiden AS pada kesempatan kali ini.
Salah satu janji kampanye Trump untuk memangkas pajak perusahaan di AS, menurut Millie, dapat membuka peluang perusahaan AS melakukan ekspansi ke negara lain.
Menurut Millie, pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu mengubah tatanan perdagangan global dengan terjadinya disrupsi pada sistem rantai pasok.
Tiongkok yang perekonomiannya pulih lebih cepat dari hantaman Covid-19, tambah dia, membuat produk-produk Negeri Tirai Bambu itu membanjiri pasar dunia pascapandemi.
Millie mengungkalkan, banyak terjadi ketimpangan arus barang di dunia, di sisi lain pandemi Covid-19 juga mengakselerasi pertumbuhan digitalisasi di berbagai sektor di dunia.
“Apakah kita sudah siap menghadapi perubahan ini,” ujar Millie.
Membangun kerja sama perdagangan secara bilateral, tambah dia, merupakan salah satu pilihan untuk mengantisipasi dampak perubahan ekonomi global.
Pada kesempatan itu, wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, yang harus diperhatikan pada terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS adalah mengapa pemerintahan Trump perlu membentuk department of government efficiency yang dipimpin Elon Musk.
Menurut Saur, langkah tersebut kemungkinan untuk mengakhiri kemurahan terkait pemanfaatan energi baru terbarukan yang dinilai tidak efisien.
Selain itu, Saur juga menyarankan, agar pemerintah tidak terlalu cepat membangun kesepakatan bilateral terkait kawasan yang dipermasalahkan oleh banyak pihak.
Negara yang terlibat konflik di kawasan Laut China Selatan itu, jelas Saur, cukup banyak. Sehingga, tambah dia, lebih tepat untuk membangun kerja sama secara multilateral.
Sementara itu, Saur sependapat, bahwa kesepakatan yang akan dilahirkan pemerintahan Trump akan bersifat transaksional.
“Jadi kalau mereka berpikir mereka dapat apa dalam satu kesepakatan yang dibangun, seharusnya kita juga harus berpikir kita dapat apa,” tegas Saur. (Red)