Bangkalan, eksklusif.co.id – Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (FH UTM) menggelar FGD (Forum Group Discussion) Jilid II, dengan bertemakan “Urgensi Akselerasi Pengundangan R-KUHAP, Tombak Kembar KUHP Baru dan KUHAP Baru” yang diselenggarakan di Gedung Rektorat Lantai IX UTM, pada Jumat (25/4/2025) siang.
Pada FGD tersebut menghadirkan Prof Dr Deni Setya Bagus Yuherawan, SH, MS, selaku Guru Besar sekaligus Dosen Pidana FH UTM, Prof I Gede Widhiana Suarda, SH, M Hum, Phd, selaku Dosen Hukum Pidana FH Universitas Jember, Dr Sholehuddin, SH, MHum selaku Dosen Pidana FH Universitas Bhayangkara Surabaya, serta Dr Rusmilawati Windari, SH, MH selaku Dosen Kriminologi FH UTM. Didapuk sebagai keynote speech yakni, Rektor UTM Prof Dr Safi’, SH, MH dan Dekan FH UTM, Dr Erma Rusdiana, SH, MH.
Menurut Prof Dr Deni Setya Bagus Yuherawan, SH, MS, selaku Guru Besar sekaligus Dosen Pidana FH UTM menyampaikan harus adanya perhatian dan dipikirkan secara serius terhadap kata-kata ‘tertentu’ yang bisa berdampak luas karena akan menjadi irisan kewenangan lembaga.
“Kalau kita masih melihat KUHAP 881 itu sebenarnya kewenangan sudah klir. Polisi sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut dan eksekutor, hakim mengadili. Hanya saja kalau kita melihat dari sisi R-KUHAP, muncul 2 hal yakni tahu-tahu ada penyidik tertentu, muncul juga konsep penuntut tertentu,” ucapnya.
Lanjut Prof Deni menjelaskan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berada di bawah koordinasi polisi.
Tetapi penyidik tertentu seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditegaskan Prof Deni, tidak harus ikut di dalam koordinasi polisi.
“Dalam R-KUHAP itu kan harus diperjelas secara gamblang terlebih dahulu dari sisi kelembagaannya. Siapa sebenarnya lembaga tertentu?, kenapa ini ada penyidik tertentu?,” tegas Prof Deni.
Karena setelah KUHAP itu berlaku, lanjutnya, tiba-tiba muncul Undang-undang Tindak Pidana Korupsi di tahun 1999 dan 2001.
Kemudian tiba-tiba muncul Undang-undang KPK di tahun 2003 yang dijelaskan bahwa KPK mempunyai kewenangan menyidik, menuntut, dan mengadili tindak pidana korupsi.
“Berarti kan otomatis ini menjadi penyidik, penuntut, dan pengadil tertentu. Akhirnya juga tahun 2004 ada Undang-undang Kejaksaan yang di situ ada frase Kejaksaan mempunyai kewenangan lain,” imbuh Deni.
Deni menegaskan kembali bahwa aturan apapun, KUHAP dan turunannya, polisi itu penyelidik dan penyidik, jaksa adalah penuntut, dan hakim mengadili.
“Hanya saja memang khusus Jaksa Agung Agung, diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tetapi untuk tindak pidana HAM berat. Kalau ingin posisi win-win solution, ya sudah ada di R-KUHAP mengikuti. Kalau memang nanti muncul Undang-undang KPK, biar itu karena goro-goro bukan karena didesain kan, kita tidak tahu ke depannya seperti apa,” pungkasnya kembali.
Disatu sisi, Dr Sholehuddin, SH, MHum mengungkapkan bahwa Hukum Pidana, baik Hukum Pidana Materil maupun Hukum Pidana Formil merupakan cerminan dari suatu keberadaan atau kebiadaban suatu bangsa maka harus benar-benar hati-hati dan cermat dalam membuat rumusan-rumusan dari kedua hukum tersebut, yakni Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.
“Bagaimana kehati-hatian dan kecermatan itu? Maka di dalam merumuskannya tidak boleh terkesan adanya semacam ketergesaan. Jika tergesa-gesa, justru banyak menimbulkan persoalan-persoalan apabila nanti menjadi undang-undang. Hal yang paling penting menurutnya adalah, bahwa suatu negara yang sistem hukumnya menghargai nilai-nilai HAM, maka cara menegakkan atau penegakan hukum menjadi hal yang paling mendasar,” ungkapnya.
Sementara Prof I Gede Widhiana Suarda, SH, M Hum, Phd, menyatakan, KUHAP baru sudah ada sebelum 2 Januari 2006 karena pada tahun itu, KUHP baru berlaku.
“Itu kesimpulan utamanya. Tetapi ada yang perlu digaris bawahi, tidak kemudian itu harus jadi tanpa ada proses penyusunan undang-undang yang baik dengan asas keterbukaan melalui serap aspirasi publik. Itu harus cepat dilakukan dalam rangka percepatan pengundangan KUHAP baru,” singkatnya.
Forum Group Discussion yang digelar masih mengangkat terkait revisi KUHP dimana hal tersebut masih menjadi sorotan publik hingga saat ini. (red)