Pemerintah

Diduga Kepala Dinas Pendidikan Lamongan “Tutup Mata Ada Pungli PIP” Dijajarannya

48
×

Diduga Kepala Dinas Pendidikan Lamongan “Tutup Mata Ada Pungli PIP” Dijajarannya

Sebarkan artikel ini

Lamongan, eksklusif.co.id – Aroma busuk dugaan praktik Pungutan Liar (Pungli) dalam penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) kembali mencuat di Kabupaten Lamongan. Beberapa sekolah disebut-sebut telah melakukan pemotongan dana bantuan yang tak seragam, bahkan tak sampai ke tangan siswa. Parahnya lagi, praktik ini diduga berlangsung sistematis dan berlangsung lama.

Modusnya kini kian lihai—dibungkus atas nama “komite sekolah”, seolah mendapat restu dan justifikasi dari lembaga resmi. Semuanya dijalankan atas nama “demi kepentingan sekolah”, sebuah narasi klise yang menyesatkan.

Sorotan tajam tertuju pada Kecamatan Kedungpring. Temuan tim media mengungkap adanya dugaan jual-beli buku secara terorganisir yang disinyalir dikoordinasi oleh Korwil Pendidikan setempat dan disetujui langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Lamongan, Ir. Munif Syarif, M.M.

Lebih mencengangkan, pungutan senilai Rp600.000 dilaporkan terjadi di SDN Sukomalo Kedungpring dengan kepala sekolahnya “Ilham” konon untuk biaya ujian dan perpisahan. Tak sedikit wali murid mengeluh: bantuan yang seharusnya meringankan beban, justru berubah jadi momok penindasan.

“Sudah susah, masih diperas,” ungkap salah satu wali murid dengan nada getir.

Tak hanya di satu titik. Laporan serupa juga muncul dari sejumlah SD dan SMP di wilayah lain. Polanya berulang—dana dipotong, siswa dirugikan, dan pihak sekolah berlindung di balik dalih musyawarah.

Ironisnya, saat dikonfirmasi oleh awak media pada Rabu, 30 April 2025, Ir. Munif Syarif menanggapi enteng, “Ya ndak apa-apa, kalau sudah adanya musyawarah dari wali murid dan PIP tersebut untuk kepentingan sekolah.”

Jawaban yang tidak hanya mengecewakan, tapi juga mengindikasikan sikap abai atas keluhan masyarakat.

Upaya konfirmasi lanjutan tak berbuah hasil. Kepala Dinas bungkam. Tak ada klarifikasi, tak ada tindakan. Sikap pasif ini membuat publik bertanya-tanya: benarkah beliau tutup mata atas pelanggaran yang terjadi di bawah kendalinya?

Padahal, PIP adalah hak. Diatur jelas dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020: bantuan uang tunai untuk siswa dari keluarga miskin atau rentan miskin, yang harus digunakan untuk kebutuhan pendidikan. Dan yang paling tegas: tidak boleh dipotong dalam bentuk apapun.

Maka, praktik pungli di sekolah bukan sekadar pelanggaran administratif—ia adalah pengkhianatan terhadap harapan masyarakat. Merusak sistem, menghancurkan kepercayaan, dan menggerogoti nilai keadilan.

Masyarakat Lamongan kini menanti langkah konkret. Pemerintah daerah didesak untuk segera bertindak tegas. Jangan biarkan kejahatan berjubah kebijakan terus tumbuh subur di tubuh pendidikan.

Karena pendidikan, sejatinya, adalah ladang harapan. Bukan ruang transaksi. Bukan pula tempat pungli mencari makan.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *