Nusantara

Penegakan Hukum Tidak Boleh Dijadikan Alat Membungkam Suara Rakyat

28
×

Penegakan Hukum Tidak Boleh Dijadikan Alat Membungkam Suara Rakyat

Sebarkan artikel ini

Mataram, eksklusif.co.id Tim Penasihat Hukum (PH) dari Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terdiri atas gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram (UNRAM), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Suara Perempuan Nusantara (SPN), Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) NTB, Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB, Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB, serta beberapa organisasi masyarakat sipil lainnya, melakukan kunjungan resmi kepada empat massa aksi yang masih ditahan di Polda NTB pasca demonstrasi 30 Agustus 2025.

Keterangan ini disampaikan langsung kepada media oleh Nur Khotimah, perwakilan Aliansi yang hadir dalam kunjungan tersebut, Jumat (10/10/2025).

Nur Khotimah menjelaskan, kunjungan ke empat tahanan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (DITTAHTI) Polda NTB dilakukan sejak pukul 12.30 hingga 14.00 WITA. Tujuannya untuk memastikan kondisi kesehatan para tahanan serta mengonfirmasi proses pemeriksaan tambahan terhadap salah satu tahanan berinisial F, yang dipanggil ke ruang penyidik untuk dimintai keterangan lanjutan (P-19).

Dalam pertemuan itu, tahanan F menyampaikan kepada kuasa hukumnya, Abdul Palari Mukhdar, bahwa ia ditanya soal identitas pribadi, riwayat pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. F juga mengaku diminta menandatangani 4 hingga 5 lembar dokumen tanpa diberi kesempatan membaca isinya. Hal serupa dialami tahanan AA, yang juga mengaku menandatangani beberapa berkas tanpa mengetahui isinya.


Kondisi dan Perlakuan terhadap Para Tahanan

Pada hari yang sama sekitar pukul 09.00 WITA, keempat tahanan diketahui dipindahkan ke ruang tahanan terpisah:

  • AN ditempatkan di ruang tahanan nomor 6,

  • AS di ruang tahanan nomor 7,

  • AA dan F ditempatkan bersama di ruang nomor 8.

Mereka berbagi sel dengan tahanan dari kasus berbeda, masing-masing ruangan dihuni 4 hingga 5 orang. Kondisi fisik para tahanan dilaporkan menurun. Keluarga yang datang pada jadwal besuk menyampaikan bahwa anak-anak mereka tampak semakin kurus dan mengalami tekanan psikologis berat.

Salah satu ibu tahanan bahkan terlihat menangis di luar ruang tahanan karena trauma dan keputusasaan. Ia memohon kepada tim kuasa hukum serta Aliansi agar membantu membebaskan anaknya.

“Situasi ini menunjukkan adanya penderitaan psikologis yang nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga keluarga mereka,” ujar Nur Khotimah.


Pertemuan dengan Penyidik dan Perkembangan Kasus

Usai dari DITTAHTI, tim kuasa hukum melanjutkan pertemuan dengan penyidik DITRESKRIMUM Subdit I Polda NTB untuk memastikan legalitas dokumen yang ditandatangani oleh dua tahanan berinisial AA dan F.

Tim Kuasa Hukum menegaskan komitmennya untuk terus mengupayakan pembebasan keempat massa aksi tersebut.

Kasus ini tercatat sebagai Laporan Model A dan kini berada pada tahap P-19. Sebelumnya, tim kuasa hukum telah dua kali mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada 19 dan 26 September 2025, namun ditolak tanpa alasan yang jelas.

Keempat massa aksi dijerat dengan Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama terhadap orang atau barang) dan Pasal 406 KUHP (perusakan barang milik orang lain). Tim hukum menilai penerapan pasal tersebut tidak proporsional dan berlebihan, karena tidak didukung alat bukti yang cukup serta tidak sejalan dengan asas due process of law dan praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Sikap dan Tuntutan Aliansi

Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB menilai penahanan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.

Aliansi menuntut:

  1. Segera membebaskan keempat massa aksi yang masih ditahan di Polda NTB.

  2. Mencabut status tersangka terhadap seluruh peserta aksi yang dikriminalisasi dengan Pasal 170 dan 406 KUHP.

  3. Memulihkan nama baik para peserta aksi yang ditetapkan sebagai tersangka secara sewenang-wenang.


Penegasan

“Penegakan hukum tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam suara rakyat. Demokrasi sejati menuntut ruang bagi kritik dan perbedaan pendapat, bukan penahanan terhadap mereka yang menyuarakan keadilan,” tegas Nur Khotimah.

Ia menyerukan agar seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi bersolidaritas dan mengawal proses hukum ini agar tetap berpihak pada keadilan dan hak asasi manusia.


Narahubung:
Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB
Badarudin – 0877 5207 3337

(Laela)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *