SURABAYA, eksklusif.co.id – Gaduh soal dugaan penahanan ijazah eks karyawan yang dilakukan UD Sentoso Seal Surabaya, Polda Jawa Timur akhirnya turun tangan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan Ditreskrimum Polda Jatim kini tengah melakukan penyelidikan.
“Ini menindaklanjuti Laporan Polisi yang dibuat eks karyawan Sentoso Seal berinisial DSP, yang mengaku ijazahnya ditahan,” kata Kombes Pol Jules, Rabu (23/4).
Dikatakan oleh Kombes Pol Jules, saat ini DSP yang merupakan mantan karyawan perusahaan milik Jan Hwa Diana itu sudah dimintai keterangan oleh penyidik.
“Yang bersangkutan (pelapor) sudah dimintai keterangannya,” jelas Kombes Jules.
Tahap selanjutnya kata Kombes Pol Jules pihak Ditreskrimum Polda Jatim akan memanggil Terlapor untuk diklarifikasi.
Sementara itu Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol M Farman saat dikonfirmasi menyebut, berdasarkan laporan, pelapor mengaku bekerja di Sentoso Seal sejak Tahun 2019 hingga 2020.
Hingga saat ini, ijazah SMA milik pelapor disebut belum dikembalikan.
“Dalam laporan, yang bersangkutan melaporkan atas dugaan Tindak Pidana penggelapan ijazah yang diduga dilakukan oleh saudari VA bersama sejumlah staf perusahaan,” terangnya.
Diketahui, DSP membuat laporan Polisi ke SPKT Polda Jatim didampingi kuasa hukumnya, Edi Tarigan pada Senin (21/4/2025).
Edi menyebut, dalam laporan kliennya, nama VA dan kawan-kawannya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas dugaan penggelapan dokumen pribadi, dalam hal ini ijazah dan SKCK milik korban.
“Yang menerima dan menandatangani dokumen tersebut adalah VA. Tapi dalam tanda terima yang kami miliki, tercantum pula nama lain, sehingga kami sebut VA dan kawan-kawan,” papar dia.
Pihak pelapor menggunakan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan dasar bukti berupa tanda terima dan salinan ijazah.
Hingga kini, ijazah milik korban belum juga dikembalikan oleh perusahaan, meski telah berkali-kali diminta secara langsung, bahkan disertai kehadiran orangtuanya.
“Klien kami sudah datang sendiri, bahkan bersama orangtuanya, tapi jawabannya selalu berbelit-belit,” terang Edi.
Edi membeberkan kronologinya. Di mana kasus ini bermula dari lowongan di media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Kliennya bekerja sebagai tenaga serabutan di perusahaan tersebut sejak November 2019 hingga April 2020.
Menurut Edi, praktik penahanan ijazah ini telah berlangsung sejak proses perekrutan.
Pihak perusahaan disebut menawarkan dua opsi kepada calon pekerja, yakni menyerahkan uang jaminan sebesar Rp2 juta atau menitipkan ijazah.
“Jika memilih opsi kedua, maka gaji pekerja akan dipotong Rp1 juta per bulan selama dua bulan, tapi jika tidak menitip uang, ijazah akan ditahan. Klien kami tidak punya uang, jadi menitipkan ijazah. Tapi setelah dua bulan potongan gaji, ijazah tetap belum dikembalikan,” pungkas Edi. (Red/Muis)